Senin, 16 Agustus 2010

Sejarah Negeri Latuhalat, dan Marga Tuhusula di Soapapala (Waimahu)

SEJARAH TERBENTUKNYA NEGERI LATUHALAT

Dahulu negeri-negeri di semenanjung Nusaniwe Pulau Ambon berada dalam suatu persekutuan yang disebut Uli Nusaniwe. Uli ini dipimpin oleh seorang raja bergelar Lopulalan. Selain raja Lopulalan terdapat juga pemimimpin lain dalam Uli Nusaniwe sehingga membentuk Pemerintahan Empat Perdana Nusaniwe dengan Uku/Soa (kampung) yang dipimpinnya sebagai berikut :
1.Ukuhener di sekitar bukit Amanila dipimpin oleh seorang Raja dari Tuban bergelar Lopulalan
2.Ukuhuri di sekitar labuhan Namalatu dipimpin Orang Kaya dari Seram bergelar Latuhalat
3.Seilale di sekitar dataran Namasula dipimpin oleh seorang Patih dari Gorom bergelar Pattinai
4.Soapapala di sekitar tanjung Nusaniwe dipimpin seorang Kapitan dari Luhu bergelar Risakotta.
Ketika Imperialisme barat menanamkan kekuasaanya di Ambon, kekuasan Lopulalan sebagai penguasa Uli Nusaniwe mulai melemah dan negeri-negeri bawahannya mulai melepaskan diri membentuk pemerintahan otonom. Negeri Seilale melepaskan diri dan membentuk negeri Seilale dipimpin oleh Raja Loppies (nama baptis Pattinai) dengan gelar Upu Latu pattinaelai. Sedangkan Ukuhuri dan Soapapala (sekarang : Waimahu, ) membentuk suatu pemerintahan dalam negeri Latuhalat dipimpin oleh Raja Salhuteru (nama sebenarnya Latuhalat) dengan gelar Upu Latu Jorusana. Meskipun demikian Seilale dan Ukuhuri-Soapapala tetap berada dalam suatu petuanan yang lazim disebut petuanan Silalatu [Hal ini dilatarbelakangi Cerita Kenari Bongko]. Dengan terbentuknya negeri Seilale dan Latuhalat, maka negeri Nusaniwe hanya meliputi Ukuhener ( sekarang : Airlouw), Erie dan sebuah kampung kecil di selatan yang disebut Hatiari (=Pintu Kota) dipimpin oleh Raja de Soiza (nama baptis Lopulalan) dengan gelar Upu Latu Waihenna.

LATUHALAT, RAJA DIBAGIAN BARAT

Latuhalat (Vorst van westen, “ Raja di bagian Barat ”) adalah gelar yang dipakai oleh Upu Latu Jorusana dalam menjalankan pemerintahan pada negeri Ukuhuri - Soapapala. Nama sebenarnya raja ini adalah Lasanteru (= Tiga insan) yang kemudian berubah menjadi Salhuteru. Nama Latuhalat pada dasarnya mengacu pada letak negeri ini yakni pada ujung barat jazirah Leitimor. Pada masa kejayaan negeri Nusaniwe di jazirah Leitimor, raja Latuhalat berada dibawah pengaruh negeri ini dan hanya berkuasa sebagai orang kaya (gelar pemimpin) pada sebuah perkampungan (uku) yang disebut Ukuhuri (= Kampung tandus). Raja Latuhalat berdiam di perbukitan sekitar pantai Namalatu yang disebut Sama Tohi. Selama masa pemerintahannya di Ukuhuri, raja Latuhalat menjalin hubungan kekerabatan (sejenis Pela) dengan Raja Lopulalan di negeri Ukuhener (Nusaniwe). Ukuhuri mewakili unsur perempuan sedangkan Ukuhener mewakili unsur lelaki [Hubungan ini terbentuk jauh sebelum adanya Pela Latuhalat–Allang, dan Nusaniwe – Hatiwe besar]. Dengan melemahnya kekuasaan Nusaniwe, kampung Ukuhuri dan soapapala bergabung dan diperintah oleh raja Latuhalat. Kampung (soa) Papala sebelumnya dikuasai oleh seorang kapitan dari Luhu bernama Lisakotta atau Risakota. Ketenaran dan kesaktian raja Latuhalat di jazirah Leitimor pada masa itu menyebabkan namanya sangat terkenal sehingga negeri Ukuhuri -Papala yang dipimpinnnya sering disebut sebagai Negeri Latuhalat. Raja Latuhalat selanjutnya menggunakan nama sebenarnya, Salhuteru dalam menjalankan pemerintahannya. Raja pertama di negeri Latuhalat adalah Pautuselang Salhuteru kemudian diganti oleh putranya Pattikiring Salhuteru. Selanjutnya Raja yang ketiga adalah Latumanona Salhuteru. Dalam masa pemerintahannya, Salhuteru dibantu oleh dewan saniri negeri.

SEJARAH MATA RUMAH TUHUSULA di SOAPAPALA (Waimahu)

Dusun soapapala (Sekarang : Waimahu-Latuhalat) telah datang seorang kapitan Seram dari Luhu, Hoamual yang menurunkan matarumah Risakotta ( = Kota permusuhan ) dan seorang kapitan lain dari kepulauan Sula di Maluku Utara sehingga dijuluki Tuhusula. Kapitan Tuhusula berlayar dengan menggunakan sehelai daun pandan/keker dan singgah di pulau Manipa. Di tempat ini, kapitan Tuhusula mencari ikan sebagai bekal dalam perjalanan dan menemukan sejenis ikan bernama Sapalewani. Kapitan Tuhusula kemudian membuat sebuah perahu yang tiang dan layarnya terbuat dari kayu rina dan daun bira ( sebutan untuk kayu dan daun pohon keker) dan berlayar ke Soapapala tepatnya di sebuah labuhan bernama Umeten ( = Pantai hitam ). Di tempat inilah pohon keker yang digunakan oleh kapitan Tuhusula untuk membuat perahu tumbuh di labuhan ini. Akibat peristiwa ini, maka ikan Sapalewani dan pohon keker dianggap sebagai pantangan/posso bagi matarumah Tuhusula. Pantai Umeten terletak dekat ujung Tanjung Nusaniwe sehingga kapitan ini dipercayakan sebagai Tuan Tanjung Nusaniwe hingga saat ini.

(diambil dari buku  "Hikayat Negeri Latuhalat" Ferymon Mahulette)

6 komentar:

  1. Bagus sekali sejarahnya ...Tuhusula itu beta pung saudara:)

    BalasHapus
  2. great job ,bt minta ijin share di bt blog lay ee :) dankeeeee

    BalasHapus
  3. Makasih bro...dah jadikan bt artikel sebagai referensi blogg ini. GBUs.

    BalasHapus
  4. Makasih banya saudara beta orang sula beta bangga punya saudara di Semenanjung Nusaniwe semoga katong baku dapa dan berbagi sejarah bersama 🙏

    BalasHapus